Selasa, 17 Juni 2008

Wawancara Ketua DPD Gerindra Sumbar. Zulkifli Jailani




Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dinyatakan lolos verifikasi administratif. Hal itu disampaikan Ketua KPU Abdul Hafidz Anshary seusai rapat pleno KPU, Sabtu 31/5/08. Namun hal ini tidak secara otomatis bisa ikut dalam pemilihan umum. Berdasarkan keputusan tersebut, Partai Gerindra terlebih dahulu harus melewati proses verifikasi faktual.
Dalam pengumumannya ada 16 partai yang otomotis lolos mengikuti pemilu, 35 partai harus mengikuti verifikasi faktual dan 13 partai dinyatakan tidak lolos. Ketua Kelompok Kerja Verifikasi Parpol KPU Andi Nurpati mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa 13 parpol tak lolos administratif. Dua partai di antaranya tidak berbadan hukum. Dari data KPU juga disebutkan ada 11 parpol lainnya tidak memenuhi syarat kepengurusan. Setelah verifikasi administrasi KPU akan melakukan verifikasi faktual ke sejumlah daerah mulai 7 Juni mendatang
Untuk menghadapi verifikasi faktual, baik DPP, DPD maupun DPC harus mempersiapkan diri. Lalu apa-apa saja persiapan yang diperlukan ? Berikut wawancara Gerindra dengan
Ketua DPD Partai Gerindra Sumatera Barat Zulkifli Jailani, S.H:


Bagaimana kabar Partai Gerindra Sumatera Barat?

Saat ini alhamdulillah Gerindra sudah melakukan konsolidasi partai guna menghadapi verifikasi faktual oleh KPU

Persiapan-persiapan apa yang harus dilakukan oleh DPC-DPC dalam meng­hadapi verifikasi faktual?

DPC-DPC harus membenai hal-hal yang sifatnya teknis maupun non teknis. Misalnya pembenahan kantor, perlengkapan serta peralatan kantor, konsolidasi dengan para pengurus DPC, juga anggota-anggota Gerindra.

Apa yang akan dilakukan setelah proses verifikasi selesai?
Kita optimis Gerindra lolos verifikasi faktual, karena kita sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Seusai verifikasi dan dinyatakan lolos tentu kita akan bersiap menghadapi Pemilu 2009

Sebagai partai baru, bagaimana Anda menggalang kekuatan di daerah untuk menyukseskan Pemilu 2009 mendatang?
Gerindra adalah partai terbuka, semua lapisan masyarakat akan ajak untuk bergabung. Kita berusaha mengangkat isu -isu kongkret yang dihadapi rakyat dan mencarikan solusinya. Kita memperjuangkan figur-figur yang berintegritas untuk bisa maju lewat partai ini. Kita tidak mengumbar janji, tapi bukti.

Wawancara Fadli Zon. "Kita Butuh Negarawan, Bukan Politisi"


Salah seorang tokoh penting di balik pendirian Partai Gerindra adalah Fadli Zon. Cendikiawan muda asal Luhak Limopuluh Koto ini punya pengalaman panjang dalam dunia politik. Kecewa dan dikecewakan oleh partai politik yang ada, mendorong alumni The London School of Economics and Political Science (LSE) Inggris yang juga sebelumnya ikut mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) dan pernah menjabat sebagai anggota MPR RI (1997-1999) ini mendirikan partai baru. Berikut wawancara Suara Gerindra dengannya.

Kenapa kita harus mendirikan partai baru?
Penting. Saya melihat dan kita semua sadar bahwa partai yang ada belum mampu memperjuangkan kepentingan rakyat, masih perjuangan pribadi dan paling tinggi perjuangan golongan.

Apa target yang ingin dicapai oleh Gerindra?
Yang pertama jelas kita ingin merebut kepemimpinan nasional lewat Pemilu. Selanjutnya kita ingin merebut simpati rakyat sebesar-besarnya dan mendudukkan kader kita di eksekutif dan legislatif sebanyak mungkin. Kita inginkan perubahan. Dan sesuai dengan visi yang kita gariskan, Gerindra bukan ingin melahirkan politisi tetapi negarawan. Ini dua hal yang berbeda.

Dalam kondisi bangsa yang labil dan sangat tergantung pada pihak asing seperti sekarangi, bisakah kita merubah kondisi krisis yang mendera saat ini?
Kalau untuk merubah mudah. tapi kita berani nggak merubah. Masyarakat kita ini masih feodalistik atau patron klien. Kalau nahkodanya ke kanan kita ke kanan, kalau ke kiri kita ke kiri. Jadi tergantung. Sekarang ini pemimpinnya tidak memimpin. Itu masalahnya. Saat ini yang terjadi pemimpin kita ini mempunyai jabatan politik sebagai pemimpin tetapi tidak memutuskan. Sehingga sulit berharap dari pemimpin semacam ini untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Apalagi sangat tunduk dan takluk kepada kepentingan asing. Sehingga segala sektor yang ada di bumi kita ini dikuasai oleh asing. Hal ini tidak terjadi di negara asing.

Sebabnya apa?
Saya kira sebabnya jelas pemimpinan yang gagal. Kita ini selama era reformasi kita tidak melahirkan negarawan. Kita ini hanya melahirkan pemimpin politik yang mempunyai kepentingan jangka pendek dan mempunyai visi pendek juga. Mereka hanya memikirkan dirinya sendiri.Paling jauh kepentingan partai. Negarawan itu memikirkan generasi yang akan datang. Kalau politisi memikirkan pemilu yang akan datang.

Faktor apa ?
Semua faktor itu berawal dari diri kita sendiri. Lingkungan luar memang mempengaruhi. Tapi yang dimaksud dengan diri kita sendiri itu siapa. Pakah rakyat atau pemimpinnya. Menurut saya kesalahan itu pada pemimpin bukan pada rakyat. Kalau rakyat itu hanya ikut-ikutan. Kalau pemimpinnya kencing berdiri rakyat yang kencing berlari. Jadi kalau pemimpinnya korup rakyat pasti ikut korup. Coba kalau pemimpinnya bersih. Mereka bekerja untuk rakyat dengan niat yang tulus. Hasilnya akan lain. Kalau kita bandingkan negara lain, Indonesia ini mirip Rusia.

Miripnya di mana?
Rusia mengalami krisis jauh lebih hebat dari kita, kemudian pemimpinnya juga didikte oleh asing seperti Boris Yeltsin. Tapi suatu saat, muncul pemimpin baru yaitu Vladimir Putin. Kalau kita bandingkan pemimpin yang ada pada zaman reformasi ini tipenya sama seperti Boris Yeltsin. Orang yang ragu-ragu, tunduk pada asing. Kita ini butuh orang seperti Putin. Seorang pemimpin yang berani, tegas dan bersih. Berani juga melawan hegemoni kekuasaan asing. Jadi ketika aset negara di tangan swasta dan mau dijual ke pihak asing, ya ambil kembali untuk kepentingan nasional. Jadi, Putin itu melaksanakan pasal 33 UUD 1945.

Bagaimana caranya untuk keluar dari krisis ini, terutama krisis ekonomi. Apakah kita harus melakukan nasionalisasi atau bagaimana?
Saya kira tidak perlu ngemplang. Juga tidak perlu nasionalisasi seperti yang dilakukan oleh Hugo Chaves maupun Evo Morales. Kita menggunakan mekanisme pasar juga. Artinya kita harus melakukan renegosiasi. Kita sadarkan kekuatan transnational corporation ini bahwa mereka sudah untung. Jangan sampai mereka mendapatkan untung besar tapi rakyat kita tidak mendapatkan apa-apa. Mereka harus berani mengurangi keuntungan.

Bagaimana dengan peran kaum muda?
Saya kira kaum muda siap. Tapi persoalannya justru di kesempatan. Sekarang ini kesempatan kaum muda relatif sedikit. Kita dipaksa dalam masa sekarang ini politik menjadi sesuatu yang mahal. Tidak salah kalau dunia politik ini hanya milik kaum pemodal. Mereka ini yang memodali orang-orang. Yang terjadi kemudian yang dimodali itu menjadi tidak independen. Mereka menjadi perpanjangan kaum pemodal itu. Akhirnya negara kita seperti perusahaan saja. Negeri ini sudah dikapling-kapling oleh kepentingan asing maupun domestik. Rakyat hanya menumpang. Lahan sudah dikuasai oleh asing. Negara menjadi tidak ada. Apa sih fungsinya negara saat ini? Ada atau tidak ada presiden, rakyat jalan terus. Jangan-jangan lebih baik tanpa presiden.

Kira-kira apa yang harus dilakukan?
Peran budaya sangat besar. Kita harus mengedepankan sastra kita, seni kita. Karena ini mengasah dan membentuk karakter. Jadi jangan hanya terlibat dan terjerumus dalam dunia materialisme. Tapi yang lebih penting, bagaimana politik itu di tangan orang yang baik. Menurut saya orang baik-baik harus terjun ke politik. Jangan menonton di pinggiran. Hanya jadi pengamat dan kemudian menjadi penggerutu. Menurut saya mereka harus berkubang di dalam gelanggang. Orang baik itu harus berkuasa. Karena kita berharap akan merubah ke hal-hal yang lebih baik.

Kalau secara politik kita merubah krisis ini dari mana?

Harus ada alternatif. Dan kita harus menciptakannya. Selain itu juga harus ada inisiatif. Siapa yang mengambil inisiatif, mereka itulah yang memimpin. Seperti kembali kepada Budi Oteomo. Seorang Wahidin Soedirohoesodo, ia adalah seorang dokter yang berinisiatif di berbagai bidang. Beliau keliling Jawa, mendirikan majalah Retno Dumilah dan menulis di dalamnya. Awalnya tidak digubris, tapi akhirnya bisa dirubah. Kita butuh orang seperti Wahidin, Tan Malaka, Soekarno, Hatta, Tirtoadisoerjo, bahkan Seoharto. Sebab mereka orang yang pas pada zamannya. Belajarlah kita kepada para pendahulu. (kbt)

Hadang Tikus Dengan Plastik



Tikus sawah adalah salah satu musuh terbesar para petani. Hewan yang satu ini, sanggup menghabiskan hasil sepetak sawah hanya dalam waktu sekejap. Malangnya lagi, hewan satu ini seolah tak pernah kenyang.Habis sawah A disikat, mereka akan pindah ke sawah B, C, D dan seterusnya.Selain itu hewan ini pandai beranak pinak. Dalam setahun, sepasang tikus, bisa menghasilkan keturunan sampai ribuan ekor.
Ada banyak cara menyikat hama tikus. Beberapa yang sudah dilakukan petani adalah, menggunakan pestisida, memasang perangkap, memburu keluarga tikus sampai ke sarnagnya, dan lain-lain. Namun, kadang hasilnya tidak begitu memuaskan. Tikus-tikus tetap saja berkeliaran. Sebab, pemusnahan hama tikus dengan cara seperti ini kadang tidak dilakukan secara massal, melainkan hanya oleh beberapa petani pemilik sawah saja. Akibatnya, tikus-tikus dari sawah lain bisa saja pindah ke sawah yang sebelumnya sudah disterilkan dari tikus.
Nah, untuk permasalahan ini, ada pemecahannya. Yakni,mengusir tikus dengan menggunakan sistem pemagaran atau Trap Barrier System (TBS). Cara ini sudah lama diterapkan oleh beberapa petani di pulau Jawa. Caranyanya cukup gampang.Sawah cukup dipagari dengan plastik. Lebar plastik sekitar 60 cm, panjangnya sesuai panjang keliling sawah. Misalnya, jika sebuah sawah ukuran tiap sisinya 10 meter (10+10+10+10), maka panjang plastik yang dibutuhkan adalah 40 meter (4x10m).
Adapun cara membuat pagar plastik ini tidak sukar. Cukup tancapkan beberapa bambu di sekeliling sawah, kemudian, dengan bantuan bambu ini,pagari sawah denganp lastik. Usahakan jarak pagar plasti dari pematang sekitar 50 cm. Tujuannya supaya tikus tidak dapat meloncat dari pematang ke sawah. Kemudian, di titik-titik tertentu buatlah lubang sebesar tubuh tikus. Persis di depan lubang, pasanglah perangkap tikus.
Hal ini dilakukan karena tikus selalu bergerak untuk mencari lubang masuk ke sawah. Jika tidak menemukan lubang, hewan ini akan meloncat ke sawah.
Kendala yang mungkin dihadapi petani dalam sistem TBS ini mungkin biaya pembelian plastik dan perangkap tikus. Untuk menyiasatinya, gunakanlah plastik terpal.
Modalnya memang agak mahal, tetapi terpal bisa dipakai berulangkali karena lebih tebal. Selain itu, plastik terpal juga bisa
digunakan untuk menutup gabah di malam hari, ketika musim panen tiba. Jadi, akhirnya malah lebih hemat dari plastik biasa yang mungkin cuma bisa untuk sekali pakai saja.

Keberhasilan
Salah seorang yang sukses menggunakan sistem ini adalah Bapak Saripin, mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Bekasi yang memilih mengelola sawah ketika pensiun. Dengan memakai sistem TBS ini padinya tak pernah lagi dilahap tikus. Bapak Saripin berhasil menuai panen sebanyak 7 ton/hektar, sementara petani lain yang sawahnya diserang tikus cuma bisa panen 2 ton/hektar.
Menurut beliau, jika para petani mau bersatu memakai sistem TBS ini, maka biaya pembelian plastik bisa dihemat. Sebab, para petani yang sawahnya saling bersisian, bisa patungan membeli plastik. (tani merdeka/NKD)