Oleh Abel Tasman Sekretaris DPD Gerindra Sumatera Barat Ketika berbicara mengenai panti asuhan, kita disodorkan gambaran mengenai rumah pengasuhan anak-anak. Anak-anak yang tidak punya wali, atau punya tapi berasal dari keluarga tidak mampu. Pihak keluarga menyerahkan si anak kepada panti asuhan dengan tujuan agar bisa memberikan kehidupan yang lebih layak bagi anaknya. Layak bukan berarti sekadar memiliki tempat tinggal serta makan yang cukup. Tapi lebih dari itu. Memberi kebahagiaan, membebaskan anak dari tekanan, perawatan, lingkungan sehat, terjaminnya kesehatan, pendidikan maksimal serta asupan gizi yang optimal, juga merupakan bagian dari apa yang disebut ‘layak’. Bila panti bisa memenuhi standar ini seperti yang termaktub dalam Konvensi Jenewa, bisa dikatakan panti tersebut telah berada dalam standar minimal (bukan maksimal). Namun kita pun menyadari, untuk mencapai standar minimal ini tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, untuk mencapainya pihak pantipun harus membekali diri dengan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, pengasuh yang mengerti psikologi anak-anak. Sulit dibayangkan sebuah panti akan sukses bila pengasuhnya hanya orang-orang yang ‘terpaksa’ bekerja di panti. Bekerja untuk melayani anak-anak memerlukan energi berlebih, cinta kasih berlimpah dan kesadaran sosial yang tinggi. Setiap pengasuh mesti belajar bagaimana cara menghadapi setiap karakter anak. Kedua, Pola disiplin panti. Setiap panti mestilah memiliki pola disiplin yang tegas namun tidak keras dan penuh kasih sayang. Pengasuh harus bisa mencegah intimidasi, tindak kekerasan (bullying) atau eksploitasi dari satu anak ke anak yang lain. Ketiga, Kreativitas. Kemampuan pengasuh untuk kreatif memungkinkan terciptanya suasana menyenangkan di panti. Panti asuhan yang tidak memiliki fasilitas bermain anak yang lengkap karena minimnya biaya, bisa menyiasati kekurangannya ini dengan mengadakan berbagai kegiatan. Panti asuhan yang anak-anaknya selalu aktif berkegiatan, lebih berpeluang menjadi panti yang sehat. Dengan demikian akan menghasilkan anak-anak yang sehat pula secara mental. Keempat, Program kesehatan. Panti asuhan perlu memahami perihal nutrisi yang dibutuhkan anak-anak asuhnya. Sekadar informasi, makanan bergizi tidak mesti mahal. Tidak mesti harus minum susu. Kecukupan kalsium untuk pertumbuhan anak bisa dipenuhi dari pangan lain seperti tempe, tahu atau ikan kering. Panti asuhan juga bisa bekerja sama dengan beberapa organisasi kesehatan nirlaba (seperti PMI atau BSMI) atau rumah sakit untuk memantau kesehatan anak-anak asuhnya. Kelima, pengasuh panti mesti paham potensi, bakat dan kecenderungan setiap anak, supaya setiap anak bisa diasuh baik dengan menyadari sepenuhnya keunikan mereka masing-masing. Keenam, sudah seharusnya panti mempunyai perpustakaan yang memadai. Bagaimana pun buku dan bahan bacaan lainnya adalah kebutuhan hidup setiap manusia yang ingin maju. Tak ada manusia yang bisa maju tanpa buku. Dengan adanya perpustakaan, anak-anak akan terbiasa untuk membaca. Dengan banyak membaca, cakrawala mereka akan lebih luas dan terbuka. Ketujuh, panti mesti mampu mendorong dan mengembangkan kecerdasan sosial si anak. Nilai-nilai agama mesti ditanamkan secara lebih luas. Dengan fisik yang sehat, mental yang kuat, spiritualitas yang tinggi dan kecerdasan intelektual yang optimal, anak-anak panti suatu saat akan menjadi seperti yang diharapkan bahkan lebih. Mereka akan menjadi manusia yang mencintai kemanusiaan.** |
Selasa, 17 Juni 2008
Peran Panti Dalam Memanusiakan Manusia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar