Selasa, 17 Juni 2008

Peran Panti Dalam Memanusiakan Manusia

Oleh Abel Tasman
Sekretaris DPD Gerindra Sumatera Barat

Ketika berbicara mengenai panti asuhan, kita disodorkan gambaran mengenai rumah peng­asuh­an anak-anak. Anak-anak yang tidak punya wali, atau punya tapi berasal dari ke­luarga tidak mampu. Pihak keluarga menyerahkan si anak kepada panti asuhan dengan tujuan agar bisa memberikan kehidupan yang lebih layak bagi anaknya.
Layak bukan berarti se­kadar memiliki tempat tinggal serta makan yang cukup. Tapi lebih dari itu. Memberi ke­baha­giaan, membebaskan anak dari tekanan, pe­ra­watan, lingkungan sehat, ter­jaminnya kesehatan, pendidikan maksimal serta asupan gizi yang optimal, juga merupakan bagian dari apa yang disebut ‘layak’.
Bila panti bisa memenuhi standar ini seperti yang termaktub dalam Konvensi Jenewa, bisa dikatakan panti tersebut telah berada dalam standar minimal (bukan maksimal). Namun kita pun menyadari, untuk mencapai standar minimal ini tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, untuk mencapainya pihak pantipun harus membekali diri dengan bebe­rapa hal sebagai berikut:
Pertama, pengasuh yang me­ngerti psikologi anak-anak. Sulit dibayangkan sebuah panti akan sukses bila pengasuhnya hanya orang-orang yang ‘terpaksa’ bekerja di panti. Bekerja untuk melayani anak-anak memerlukan energi berlebih, cinta kasih berlimpah dan kesadaran sosial yang tinggi. Setiap pengasuh mesti belajar bagaimana cara menghadapi setiap karakter anak.
Kedua, Pola disiplin panti. Setiap panti mestilah memiliki pola disiplin yang tegas namun tidak keras dan penuh kasih sayang. Pengasuh harus bisa mencegah intimidasi, tindak kekerasan (bullying) atau eksploitasi dari satu anak ke anak yang lain.
Ketiga, Kreativitas. Kemampuan pengasuh untuk kreatif memung­kinkan terciptanya suasana me­nyenangkan di panti. Panti asuhan yang tidak memiliki fasilitas bermain anak yang lengkap karena minimnya biaya, bisa menyiasati ke­ku­ra­ngannya ini dengan mengadakan berbagai kegiatan. Panti asuhan yang anak-anaknya selalu aktif ber­kegiatan, lebih berpeluang menjadi panti yang sehat. Dengan demikian akan menghasilkan anak-anak yang sehat pula secara mental.
Keempat, Program kesehatan. Panti asuhan perlu memahami perihal nutrisi yang dibutuhkan anak-anak asuhnya. Sekadar informasi, makanan bergizi tidak mesti mahal. Tidak mesti harus minum susu. Kecukupan kalsium untuk per­tumbuhan anak bisa di­penuhi dari pangan lain seperti tempe, tahu atau ikan kering. Panti asuhan juga bisa bekerja sama dengan beberapa orga­nisasi kesehatan nirlaba (seperti PMI atau BSMI) atau rumah sakit untuk memantau kesehatan anak-anak asuhnya.
Kelima, pengasuh panti­ mesti paham po­tensi, bakat dan kecen­derungan setiap anak, supaya setiap anak bisa diasuh baik dengan me­nyadari sepenuhnya ke­unikan mereka masing-masing. Keenam, sudah seharusnya panti mempunyai perpustakaan yang memadai. Bagaimana pun buku dan bahan bacaan lainnya adalah ke­butuhan hidup setiap manusia yang ingin maju. Tak ada manusia yang bisa maju tanpa buku. Dengan adanya perpustakaan, anak-anak akan terbiasa untuk membaca. Dengan banyak membaca, ca­krawala mereka akan lebih luas dan terbuka.
Ketujuh, panti mesti mampu mendorong dan mengembangkan kecerdasan sosial si anak. Nilai-nilai agama mesti ditanamkan secara lebih luas.
Dengan fisik yang sehat, mental yang kuat, spiritualitas yang tinggi dan kecerdasan intelektual yang optimal, anak-anak panti suatu saat akan menjadi seperti yang di­harapkan bahkan lebih. Mereka akan menjadi manusia yang mencintai kemanusiaan.**

Tidak ada komentar: