Selasa, 17 Juni 2008

Berkomunikasi Dengan Logika dan Kearifan





….dan berbicaralah kepada mereka dengan pembicaraan yang berbekas pada jiwa mereka (QS.4: 63)

Berbicaralah pada suatu kaum sesuai dengan bahasa mereka (Hadis)



Sebuah hasil penelitian menyimpulkan 70% waktu di luar tidur kita digunakan untuk berkomunikasi. Komunikasi berpengaruh penting akan kualitas dan capaian hidup kita. Dengan berkomunikasi akan terjalin persahabatan, tumbuh rasa saling pengertian, terpelihara rasa kasih sayang, tersebar ilmu pengetahuan, berkembang kebudayaan, dan lestari sebuah peradaban. Namun di sisi lain, dengan komunikasi jugalah lahir perselisihan, makin subur perpecahan, menyebarnya kebencian, makin mundurnya kebudayaan, dekadensi moralitas kehidupan, dan makin jumudnya peradaban.
Dengan demikian, komunikasi adalah aktivitas yang sebangun dengan kehidupan. Tandanya kita hidup adalah komunikasi. Di mana-mana manusia berkomunikasi; di tempat tidur, di rumah, di kantor pemerintah, di kantor perusahaan, di parlemen, di sekolah, di kampus, di masjid, di pasar, di terminal, di organisasi-organisasi dan di berbagai tempat yang menandakan adanya denyut kehidupan. Komunikasi berlangsung antar individu dengan individu, individu dengan banyak individu, dan individu dengan massa. Pada intinya, komunikasi menyentuh segala bidang kehidupan.
Komunikasi adalah penyampaian pesan, kesan dan citra. Citra adalah gambaran kita tentang realitas meskipun tak selalu harus sesuai dengan realitas. Citra adalah persepsi kita tentang dunia. Makin kuat pencitraan kita tentang suatu realitas, makin kuat pulalah kemampuan kita dalam mengomunikasikannya. Awal dari komunikasi adalah pendefinisian tentang sesuatu citra, kemudian dikomunikasikan dan kita berperilaku dan bertindak sesuai citra itu dengan suatu pilihan yang lebih tepat.
Sekedar ilustrasi. Pada suatu hari dengan beberapa teman di sebuah ruang, Anda menemukan seekor makhluk asing yang benar-benar asing bagi Anda—yang benar-benar tak ada dalam citra yang Anda pahami sama sekali. Makhluk itu menatap Anda tanpa berkedip. Anda tak tahu harus berbuat apa terhadap makhluk itu. Mau diambil, jangan-jangan berbahaya bagi diri Anda. Mau diteriakin, jangan-jangan ia meloncat dan menyergap hidung Anda. Anda tak punya informasi dan pengetahuan sama sekali tentang makhluk itu. Namun seandainya Anda memiliki informasi dan pengetahuan tentang makhluk itu, Anda akan mudah mengkomunikasikannya dengan teman Anda dan selanjutnya bisa bersikap dan bertindak terhadap makhluk itu.
Dari ilustrasi yang cukup komunikatif (bisa juga dianggap tak komunikatif) di atas dapat dimengerti bahwa ada beberapa hal yang harus dipahami agar suatu komunikasi menjadi efektif. Pertama, penguasaan informasi dan pengetahuan sebanyak mungkin tentang sesuatu yang hendak disampaikan. Mulailah komunikasi dengan sebelumnya memikirkan apa materi yang hendak disampaikan. Penguasaan materi akan memudahkan kita dalam berkomunikasi. Karena menguasai materi, pemikiran kita tentang suatu topik juga akan menjadi matang, fokus dan jelas. Kedua, berkomunikasi dengan bahasa dan pemikiran yang logis. Dengan logika yang kuat, materi yang disampaikan oleh komunikator (pembicara) akan cepat ditangkap oleh komunikate (penerima komunikasi) atau akan terjadi interaksi yang mudah antar-komunikan (peserta komunikasi).
Ketiga, adanya empati. Dengan empati yang penuh dan hidup akan terjadi kontak psikologis antar komunikan. Dengan demikian, secara batiniah akan tumbuh saling penghayatan dan rasa kebersamaan. Keempat, memahami siapa komunikate, lawan bicara atau audiens yang mendengarkan pembicaraan kita. Pemahaman yang dimaksudkan di sini adalah karakter, usia, pendidikan, kapasitas ilmu pengetahuan, budaya dan kondisi psikologis dan emosionalnya. Dalam konteks inilah hadis yang dikutip di atas menjadi relevan.
Kelima, penampilan awal dalam suatu komunikasi amat menentukan. Seperti bunyi sebuah iklan, “kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda”. Kesan pertama itu baik dalam bentuk bahasa atau kalimat, obyek atau fokus yang akan disampaikan dalam komunikasi pembuka. Bagaimanapun, pernyataan pertama (first testimony) akan berpengaruh besar terhadap komunikasi selanjutnya. Dan yang tak boleh diabaikan adalah ekspresi dan bahasa tubuh yang mampu membuat orang lain memerhatikan kita dengan penuh. Sering terjadi kegagalan komunikasi karena kesalahan dalam memilih kalimat pertama atau lemahnya ekspresi dan bahasa tubuh.
Semua poin di atas berlaku untuk semua jenis komunikasi, baik individu dengan individu, individu dengan beberapa individu maupun individu dengan massa. Dari uraian di atas, aspek terpenting dari berjalannya sebuah komunikasi yang efektif adalah kuatnya logika penyampaian dan adanya kearifan untuk memahami diri sendiri dan orang lain dengan sepenuh hati. Itu semua menuntut kita kaya akan informasi dan pengetahuan. Makin lemah penguasaan akan informasi dan pengetahuan, makin rendah pula kualitas komunikasi. Komunikasi yang efektif dan berkualitas hanya akan bisa dicapai oleh para komunikan yang berkualitas pula. Dan, kualitas hidup hanya akan bisa diraih dengan penguasaan ilmu dan kearifan.**

Tidak ada komentar: